Jumat, 09 April 2010

Buat CALON UMMI DAN ABI


Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat di dalam kehidupan berkeluarga.

Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna, mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi sehat, kuat, terampil, cerdas, pandai dan beriman.
Sebaliknya, setiap orang tua tidak ingin anaknya lemah, sakit-sakitan, penganggur, bodoh, nakal dan lain-lain. Untuk mewujudkan keinginan terbinanya pribadi anak yang baik, orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama.

Anak merupakan amanat dari Allah. Amanat adalah wajib dipertanggung jawabkan. Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesempurnaan pribadi menuju kematangannya. Secara umum, inti dari tanggung jawab itu adalah penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak dalam rumah tangga. Allah memerintahkan agar setiap orang tua menjaga keluarganya dari siksaan neraka, Allah SWT berfirman yang berbunyi:

•• …

”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…”(Qs. at-Tahrim/66:6)

Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang mencintai anaknya. Ini merupakan sifat manusia yang dibawa sejak lahir. Manusia memiliki sifat mencintai anaknya. Hal ini terlihat dalam surat al-Kahfi ayat 46:


”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”(Qs. al-Kahfi/18:46)

Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap manusia menyenangi harta dan anak-anak. Bila setiap orang tua memang telah mencintai anaknya, maka sudah barang tentu tidak sulit untuk mendidik anaknya sebagaimana yang dipikulkan kepada setiap orang tua. Setiap keluarga muslim pada prinsipnya menginginkan lahirnya anak-anak yang menjadi penyenang hati (Qurrati A’yun). Allah SWT berfirman:


Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan yang menyenangkan hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang taqwa. (Qs..al-Furqan/25:74)


Dalam konteks edukatif, maka sebuah kelurga muslim yang paling utama adalah berfungsi dalam memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.



Setiap istri mengidamkan anak perempuan, begitu juga halnya dengan suami cenderung menginginkan anak laki-laki. Anak laki-laki maupun perempuan pada hakekatnya adalah sama. Hanya saja, anak perempuan memerlukan pendidikan dan pengawasan yang lebih dan ekstra dari anak laki-laki, terlebih lagi ketika anak perempuan beranjak remaja dan dewasa.

Masa kanak-kanak merupakan salah satu masa terpenting dalam rentang kehidupan manusia. Sebab, ia menjadi pijakan tahap-tahap selanjutnya dalam proses pendidikan dan pembinaan pribadi anak.

Untuk itu, bagaimana mendidik anak perempuan di masa kanak-kanak???

Ada beberapa cara mendidik anak perempuan di masa kanak-kanak,
diantaranya:
1. Mentalkin dengan kalimat Tauhid, yaitu mengajarkan dan melatih anak untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan: “Jika anak-anak sudah menginjak usia bicara, maka latihlah mereka dengan kalimat “la ilaha illallah muhammadur Rasulullah.”
2. Mengajarkan dan mengakrabkan anak perempuan dengan Al-Qur’an

Salah satu caranya adalah dengan memberikan satu mushaf kepada masing-masing anak untuk diajak membaca setelah atau sebelum shalat yang diawali oleh Abi atau Ummi. Kemudian mintalah anak untuk membacanya dimulai dari yang mudah.

3. Menghargai pertanyaan-pertanyaan kritis anak perempuan
Ketika anak sudah sampai pada tahap mengerti, maka ia akan mulai usil bertanya-tanya. Menginjak usia tiga tahun ia akan bertanya tentang dirinya kemudian pada usia 7 tahun ia akan memikirkan lebih jauh lagi dan bisa jadi sampai pada Sang Pencipta beserta makhluk-makhlukNya.

Untuk itu, jangan menghindar dari pertanyaan anak atau malah memberikan hukuman karena banyaknya pertanyaan yang aneh dilontarkan oleh anak. Berusahalah untuk menjawabnya, jika kebetulan dibenak orang tua tidak ada jawaban, maka berilah harapan kepadanya untuk menjawab pertanyaan itu pada esok hari misalnya. Tentunya setelah orang tua menemukan jawabannya dari buku ataupun ahlinya.

Jangan biarkan anak berkembang dengan imajinasinya yang kadang menyimpang jauh dari kenyataan. Oleh karena itu, jawablah pertanyaan-pertanyaan anak dari yang empiris di sekelilingnya.

4. Menanamkan jiwa kekhusyukan dan penghambaan kepada Allah

Caranya dengan membuka wawasan akan kekuasaan Allah yang mengagumkan, kerajaan-Nya yang agung dan besar dalam hal apa pun, dalam hal kecil dan besar, yang keras dan hidup, dalam tumbuhan yang tumbuh dan pepohonan yang berkembang.
Pada usia tamyiz (menginjak dewasa), hendaknya anak diajak untuk merenung dan memikirkan penciptaan langit dan bumi. Akan lebih baik lagi jika secara bertahap dari hal yang empiris ke yang rasional, dari yang parsial ke yang universal dan dari persoalan yang sederhana ke persoalan yang kompleks, sehingga pada akhirnya dia sampai pada keimanan dengan keyakinan dan kepuasan disertai dalil dan bukti.

5. Menempa semangat diawasi (muraqabah) dan takut (khasyyah) kepada Allah


“Dan dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Hadiid/57:4)

Salah satu contoh perilaku diawasi Allah yang sebaiknya diajarkan orang tua kepada anak perempuan adalah kisah seorang ibu dengan anak perempuannya. Sang ibu ingin mencampur susu karena berharap keuntungan lebih. Anak perempuannya mengingatkan bahwa hal itu dilarang oleh Amirul Mukminin. Ibunya berkata, “Memang Amirul Mukminin itu di mana dan kita di mana? Beliau tidak melihat kita”. Sang anak perempuan menjawab dengan jawaban yang mematikan, “jika Amirul mukminin tidak melihat kita, Tuhannya tetap melihat kita”.

6. Mendidik dengan cerita-cerita yang konstruktif

Manfaatkan media cerita dalam kerangka mendidik anak perempuan dengan pendidikan Islami. Misalnya, kisah-kisah para rasul dan sahabat dan kisah-kisah yang dilandasi dalam al-Qur’an dan hadits-hadits shahih yang nyata adanya serta tidak terlalu jauh berbeda dengan realitas kehidupan saat ini.

7. Menguatkan aspek-aspek Akidah yang berpengaruh pada hati anak perempuan

Pada fase akhir masa kanak-kanak, yaitu antara usia 9 – 12 tahun pemikiran anak perempuan biasanya mengalami peningkatan, pengetahuannya sudah mulai beragam dan wawasannya meluas.

Manifestasi ini sejalan dengan fitrah anak perempuan. sebab pada usia ini anak merupakan makhluk yang luhur, paling jernih hati dan tubuhnya. Ia belum terkena virus-virus dendam, dengki dan tamak serta belum dikuasai syahwat dan hawa nafsu. Karena itu, jika ia diarahkan pada arah yang benar seperti keimanan dan kebaikan, maka ia akan hanyut dalam ikatan dan kerinduan pada kedua hal tersebut.

Peran strategis yang dapat dimainkan orang tua pada masa ini adalah menanamkan perkembangan keimanan pada diri anak perempuan dan memperkuat akidahnya kepada Allah SWT yang bakal ia lihat sebagai pertolongan terbaik dalam menghadapi realitas yang menyakitkan dan pergulatan kehidupan yang menyesakkan, yaitu dengan:
a. Menjelaskan kepada anak perempuan sifat-sifat Allah SWT yang mengasah sifat kedekatan dengan Allah SWT dan perasaan selalu dilihat dan dijaga-Nya.
b. Mengajak anak perempuan untuk memperdalam keimanan kepada Allah SWT dengan cara menyuruhnya untuk melihat, berpikir dan merenungkan apa yang telah diciptakan-Nya.
c. Mengajak anak perempuan untuk mengimani kehidupan akhirat, sambil diberikan penegasan kepadanya bahwa kehidupan di alam surga adalah kehidupan yang bahagia dan ini hanya diperuntukkan bagi orang yang bertakwa kepada Allah SWT, berjalan dijalan-Nya dan menaati perintah-Nya.


8. Menanamkan rasa kebanggaan beragama Islam

Banyak anak-anak yang semakin bertambah usia dan hari tanpa mengerti tujuan penciptaannya, bahkan masa bodoh dengan misi penciptaannya, akibat pendidikan yang hanya berkutat pada persoalan yang remeh dan aspirasi-aspirasi yang rendah. Di sini orang tua menanggung dosa buruknya tujuan dan cita-cita.

Untuk itu, sebaiknya orang tua menanamkan rasa kebanggaan beragama Islam pada diri anak perempuan sejak kecil. Anak harus dididik berbeda dengan orang kafir dalam segala hal: penampilan, tujuan dan cita-citanya.
Misalnya:
“Anakku, jika kamu ingin menjadi dokter, guru atau apa pun, berusahalah untuk menjadikan tujuanmu dalam spesialisasi ini agar umat Islam tidak membutuhkan lagi orang-orang kafir dan dalam profesi apa pun kamu dapat menjadi muslimah yang senantiasa memberikan nasihat kepada Allah SWT, Rasul dan kitab-Nya serta kepada para penguasa dan umat Islam.

9. Mendidik keimanan anak perempuan mulai dari cara makan, minum dan lain sebagainya

Mendidik anak agar meniatkan makan dan minumnya demi menambah energi agar mampu melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga dengan makan dan minum ia dapat menjadi orang yang taat dan tidak sekedar mengecap kenikmatan semata.

Kebiasaan yang perlu diajarkan kepada anak:
a. Membaca basmalah ketika hendak makan, minum dan segala pekerjaan
b. Makan dan minum dengan tangan kanan
c. Tidak memulai makan dari tengah-tengah wadah
d. Memungut dan memakan makanan yang terjatuh setelah terlebih dahulu membersihkannya dari benda-benda yang menempel
e. Makan sampai bersih
f. Tidak makan secara berlebih-lebihan
g. Mengucapkan hamdalah usai makan dan minum maupun pekerjaaan lainnya.

Pelangi H@ti

^_^

2 comments:

Muhammad Pakpahan on 28 Mei 2010 pukul 23.44 mengatakan...

Jadima nagiot ama2 on...
Pokokna ulang silakkai daa...
Naron mardalan ladink..
Kwkwkwkwkwkkwkkw

Ian Pakpahan on 5 Juni 2010 pukul 02.18 mengatakan...

ckckckckckck.....!!
inda na mangalakkai bang... cumana muda dung lewat batas kesepakatan... na tarpette dai da... ohohoooho.. M majolo... ckckckck

Posting Komentar

 

My Blog List

Followers